InstaInfo - Karya ilmiah (
bahasa Inggris:
scientific paper)
adalah laporan tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil
penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau
sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan
ditaati oleh masyarakat keilmuan.
Ada berbagai jenis karya ilmiah, antara lain laporan penelitian, makalah
seminar atau
simposium,
dan artikel jurnal yang pada dasarnya kesemuanya itu merupakan produk
dari kegiatan ilmuwan. Data, simpulan, dan informasi lain yang
terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan bagi ilmuwan lain
dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya.
Di
perguruan tinggi, khususnya jenjang S1, mahasiswa dilatih untuk menghasilkan karya ilmiah seperti
makalah,
laporan praktikum, dan
skripsi
(tugas akhir). Skripsi umumnya merupakan laporan penelitian berskala
kecil, tetapi dilakukan cukup mendalam. Sementara itu, makalah yang
ditugaskan kepada mahasiswa lebih merupakan simpulan dan pemikiran
ilmiah mahasiswa berdasarkan penelaahan terhadap karya-karya ilmiah yang
ditulis oleh para pakar dalam bidang persoalan yang dipelajari.
Penyusunan laporan praktikum ditugaskan kepada mahasiswa sebagai wahana
untuk mengembangkan kemampuan menyusun laporan penelitian.
Berikut ini adalah contoh sebuah karya tulis ilmiah, silahkan disimak..
KARYA TULIS
PENGARUH BAHASA INDONESIA DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Semester II
Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia
Tahun Pelajaran 2015/2016
Oleh:
Nama :
DEA GINDAYATRI
Kelas : IX F
No.Absen : 6
NIS : 8553
SMP NEGERI 1 BOJONGSARI
PURBALINGGA
2016
PENGESAHAN
PENGARUH BAHASA INDONESIA DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Telah
Diperiksa dan Disahkan pada :
Hari : Senin
Tanggal
: 11 Januari 2016
Tempat : SMP NEGERI 1 BOJONGSARI
Oleh
:
Wali
Kelas IX F Guru
Bahasa Indonesia
RUSMIATI,S.SI.
ISNI WIDIARTI,S.Pd.
NIP. 197512082007012008
NIP. 19690907 199412 2 001
Mengetahui
Kepala Sekolah,
Drs. RUNTUT
PRAMONO
NIP,
196212131991031006
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Jangan
tunda sampai besok apa yang bisa engkau lakukun hari ini.
2. Hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok adalah harapan.
3. Menunggu
kesuksesan adalah tindakan sia-sia yang bodoh.
4. Cara
terbak untuk keluar dari suatu persoalan adala memecahkannya.
5. Kalau
hari ini kita menjadi penonton bersabarlah menjadi pemain esok hari
6. Ceroboh
dan tidak bisa menahan emosi adalah sikap bis berakibat fatal.
7. Harapan
kosong itu lebih menyakitkan daripada kenyataan yang pahit.
PERSEMBAHAN
1. Bapak
Drs. Runtut Pramono Kepala Sekolah SMP N 1 Bojongsari.
2. Ibu
Rusmiati,S.SI wali kelas IX F.
3. Ibu
Isni Widiarti,S.Pd. Guru Bahasa Indonesia.
4. Bapak
dan Ibu Guru yang telah membimbing kami.
5. Ayah
dan Bunda yang tercinta.
6. Teman-teman
di SMP N 1 Bojongsari.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’aliakum
waramatullahi wabarakatuh
Dengan
memanjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga saya dapat menyelsaikan tugas yang berupa manfaat mata pelajaran
bahasa indonesai dan alhamdulillah dapat tersusun dengan lancar tanpa hambatan
apapun.
Manfaat
mata pelajaran bahasa Indonesia ini merupakan salah satu tugas mata pelajaran
bahasa Indonesia. Dan merupakan hasil kerja individualisme, namun dalam proses
ini mendapat bantuan dari pihak setempat. Oleh karena itu,saya sampaikan ucapan
banyak terima kasi kepada :
1. Bapak
Drs. Runtut pramono Kepala Sekolah SMP N 1 Bojongsari.
2. Ibu
Rusmiati, .S.SI. wali kelas IX F.
3. Ibu
Isni Widiarti,S.Pd. Guru Baasa Indonesia.
4. Bapak
dan Ibu Guru yang telah membimbimg kami.
5. Ayah
dan Bunda yang tercinta.
6. Teman-teman di SMP N 1 Bojongsari.
Penulis menyadari bahwa karya yang telah
disusun belum sempurna sebagaimana yang di harapkan. Ole karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari pembaca karya inisangat saya harapkan demi perbaikan
pembuatan karya pada masa yang akan datang.
Akhirnya,
semoga karya ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya.
Wassalamu’alaikum
waramatullahi wabarakatuh.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
MOTTO DAN
PERSEMBAHAN............................................................. iii
KATA
PENGANTAR................................................................................
iv
DAFTAR
ISI............................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................... 1
Rumusan Masalah......................................................................... 2
Tujuan
Penelitian...........................................................................
2
Metode
Penelitian...........................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Bahasa.......................................................................... 4
Kedwibahasaan............................................................................. 5
Tipologi Kedwibahasaan..........................................................… 6
Faktor Penyebab Kedwibahasaan................................................. 7
Pola Kedwibahasaan..................................................................... 8
Kode........................................................................................
….. 8
Alih Kode...................................................................................... 9
Campur
Kode............................................................................
… 10
Jenis Campur Kode.................................................................... 11
Latar Belakang Adanya Campur Kode....................................... 11
Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dengan Campur
Kode....... 12
Pembahasan................................................................................... 13
Hasil
Rekaman............................................................................... 14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................
... 15
Saran............................................................................................... 15
V
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Bahasa merupakan ciri khas dari
suatu negara ataupun wilayah, karena bahasa adalah unsur paling penting
dalam berkomunikasi atau sebagai alat komunikasi yang paling utama. Oleh karena
itu, berbahasa sangatlah penting karena dalam melakukan interaksi, hubungan
sosial dengan sesama di kehidupan bermasyarakat, setiap orang menggunakan
bahasa sebagai perantaranya
Sehingga sebuah masyarakat tidak akan terlepas
dari bahasa. Bahasa sangat beragam didunia ini, karena setiap negara mempunyai
bahasa masing-masing yang berbeda satu sama lain, bahkan bahasa dapat
membedakan antara negara yang satu dengan negara yang lain.
Negara Indonesia yang terdiri
dari banyak pulau atau wilayah mempunyai berbagai macam bahasa yang berbeda
setiap pulau dan daerahnya, bahasa tersebut yaitu bahasa daerah. Bahasa daerah
ini dipakai dalam keadaan non-formal, yaitu saat berkomunikasi dengan sesama
warga satu daerah. Sedangkan dalam acara formal menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa penuturnya, dengan demikian bahasa Indonesia sangat penting
untuk digunakan karena bahasa Indonesia yang sebagai bahasa perantara
1
Masalah
Rumusan
Berdasarkan
latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah, diantaranya :
1. Bagaimana
pengertian dari campur kode dan alih kode ?
2. Bagaimana
latar terjadinya campur kode ?
3. Bagaimana
faktor yang mempengaruhi alih kode ?
4.
Bagaimana cara mengatasi adanya interferensi bahasa tersebut ?
Tujuan
Penelitian
Sejalan
dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk :
1.
Mendeskripsikan pengertian dari campur kode dan alih.
2.
Mendeskripsikan penyebab terjadinya campur kode.
3.
Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi alih kode.
4.
Mendeskripsikan cara untuk menanggulangi adanya interferensi antara
bahasa Indonesia dengan
bahasa Sunda.
2
Metode
Penelitian
Untuk mendapatkan data dan
informasi yang diperlukan, peneliti mempergunakan metode kualitatif. Adapun
teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut ;
1.Teknik
Pengamatan Langsung atau Observasi Pada teknik ini, peneliti mengamati
komunikasi yang terjadi di lingkungan masyarakat diantaranya komunikasi antar
remaja, komunikasi orang tua dengan anak, dan komunikasi antar anak.
2.Studi
Pustaka Pada metode ini, peneliti membaca materi yang berhubungan tentang
penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dari internet sehingga dapat
membantu peneliti untuk menyelesaikan makalah ini.
3. Dokumen
Selain melalui observasi dan studi pustaka, peneliti juga mendapatkan informasi
yang diperoleh secara fakta yang tersimpan dalam bentuk rekaman komunikasi
antar remaja dan antar dewasa
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Bahasa
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara
terminology mengartikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap
manusia, bukan bunyi yang dihasilkan alat lain. Bahasa berasal dari udara yang
keluar dari paru- paru menggetarkan pita suara di kerongkongan dan kemudian
terujar lewat mulut. Abidin, dkk (2010:1) Menurut Keraf dalam Smarapradhipa
(2005:1), memberikan dua pengertian bahas.
Pengertian pertama menyatakan bahasa
sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalllaaah sistem komunikasi
yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.8.9 Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia yang digunakan untuk berkomunikasi atau berinteraksi antar anggota
masyarakat
4
Dwibahasawan.
Peristiwa pemakaian dua bahasa (atau
lebih) secara bergantian oleh seorang penutur disebut kedwibahasaan. Sementara
itu, Sumarsono (2008:195) menyebutkan “kedwibahasaan (bilingualisme) mengacu
pada penguasaan H dan L yang ada dalam
masyarakat”. Apabila bahasa adalah milik kelompok,
maka kedwibahasaan
adalah milik individu (Baikoeni, 2007).
Penggunaan dua bahasa oleh seseorang
seolah-olah menunjukkan, bahwa pada dirinya terdapat dua masyarakat bahasa yang
berbeda. Jadi, ia tidak menunjukkan adanya masyarakat dwibahasawan. Masyarakat
dwibahasawan dapat dipandang sebagai kumpulan individu yang dwibahasawan
Pengertian serupa mengenai kedwibahasaan juga
dikatakan oleh Jendra dan Fishman. Jendra (1991:85) memaparkan bahwa “dalam
pengertian kedwibahasaan itu seseorang tidak perlu menguasai bahasa kedau (B-2)
itu semahir bahasa pertama (B-1) walaupun hanya tahu beberapa kata atau kurang
begitu fasih”.
Sementara itu, Fishman (dalam
Keriana, 2004:14). mengatakan “hal yang paling mendasar dalam kedwibahasaan
adalah kedwibahasaan masyarakat karena merupakan pemakaian dua bahasa atau
lebih oleh masyarakat bahasa
Tipologi
Kedwibahasaan
Menurut Weinreich (dalam Suwito,
1983:39) “tipologi kedwibahasaan didasarkan pada atau tingkat penguasaan seorang terhadap
ketrampilan berbahasa”.
Maka
kedwibahasaan menjadi beberapa bagian yaitu:
a..
Kedwibahasaan Majemuk (Compound Bilingualism) Kedwibahasaan majemuk adalah
kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa
lebih baik daripada kemampuan berbahasa bahasa yang lain
b.
Kedwibahasaan Koordinatif (Sejajar) Kedwibahasaan koordinatif/sejajar adalah
kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh
seorang individu
c. Kedwibahasaan Sub-ordinatif (Kompleks)
Kedwibahasaan sub-ordinatif (kompleks) adalah kedwibahasaan yang menunjukkan
bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering memasukkan B2 atau
sebaliknya.
d.
Kedwibahasaan Awal (Inception Bilingualism) Kedwibahasaan awal (inception
bilingualism) yaitu kedwibahasan yang dimemiliki oleh seorang individu yang
sedang dalam proses menguasai bahasa Indonesia
e. Kedwibahasaan Horisontal (Horizontal
Bilingualism) Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapi
masing-masing bahasa memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi,
kebudayaanmaupun dalam kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.
f.
Kedwibahasaan Vertikal (Vertical Bilinguism) Merupakan pemakaian dua bahasa
apabila bahasa baku dan dialek, baik yang berhubungan ataupun terpisah,
dimiliki oleh seorang penutur.
g.
Kedwibahasaan Diagonal (Diagonal Bilingualism) Merupakan pemakaian dua bahasa
dialek atau atau tidak baku secara bersama-sama tetapi keduanya tidak memiliki
hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh masyarakat itu
Fator
Penyebab Kedwibahasaan
a.
Internasionalisasi Kondisi kehidupan dunia saat ini
termasuk mobilitas buruh melintasi batas-batas linguistik, memerlukan
keterlibatan masyarakat dari latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Kerjasama
internasional telah membawa kemajuan bahasa tertentu khususnya dalam komunikasi
bahasa Inggris. Pengajaran bahasa asing di sekolah-sekolah dan pendidikan
tinggi memberikan kontribusi dalam menciptakan manusia yang terampil berbahasa
bilingual. Bahkan masyarakat dan organisasi dunia secara aktif
mempromosikan pengajaran bahasa untuk komunikasi kerjasama internasional. Usaha
demikian cenderung menghasilkan keterampilan bilingual individual dan
kelompok seperti adanya kelompok tertentu dari berbagai negara mengadakan
pertemuan internasional yang menggunakan bahasa tertentu sebagai media
komunikasi. Kontak bahasa itu menyebabkan 14 terjadinya perbedaan bentuk dan
rute multilingualisma apakah bersifat peralihan maupun permanen.
b.
Promosi Bahasa Merupakan kebijakan pemerintah yang
mencerminkan tindakan yang perlu dibuat sebagaimana mestinya. Faktor ini dapat
memberikan kontribusi dalam penyebaran multilingualisma. Tipe yang sangat
ekstrem dari kebijakan ini adalah memperkukuh bahasa resmi dengan cara menekan
bahasa daerah. Hal ini banyak terjadi di negara-negara Eropa seperti
kasus Basques, Gallegos dan Gaelic dan Welsh di Kawasan United Kingdom.
Kebijakan mempromosikan Bahasa Spanyol Castilian, Perancis dan Inggris
bertentangan dengan keinginan masyarakat setempat untuk memberdayakan
bahasa ibunda khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun
pendidikan yang sebelumnya terbukti berjalan efektif
c.
Keanekaragaman Suku/Etnik Kita ketahui bersama bahwa
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan etnik yang memiliki bahasa ibu
berbeda-beda. Hal ini biSA menyebabkan kedwibahasaan.
7
Pola
Kedwibahasaan
Pola-pola penggunaan bahasa yang
muncul dalam komunitas multilingualisma tergantung kepada beberapa faktor
yaitu:
a. Faktor
yang memberikan kontribusi terhadap kontak bahasa di tempat pertama. b.
Kekuatan yang menentukan ke arah mana bahasa yang terlibat itu sekarang
digunaka
c. Fungsi dimana masing-masing bahasa
ditempatkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun individu.
Kode
Kode Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam
hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti
bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi
bahasa, seperti varian regional (bahasa Jawa dialek Banyuwas, Jogja-Solo,
Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa
Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya
sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register
(bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak)
16 Kenyataan seperti di atas menunjukkan bahwa hierarki kebahasaan
dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang
terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register
8
Alih Kode
Alih kode (code switching) adalah
peristiwa peralihan dari satu kode kkode yang lain. Misalnya penutur
menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Jawa. Alih kode
merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependency) dalam
masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang
penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing
bahasa masih cenderung mengdukung fungsi masing-masing dan dan masing-masing
fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih kode sebagai
gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi. Suwito (1985)
membagi alih kode menjadi dua, yaitu;
1. Alih kode ekstern Bila alih
bahasa, seperti dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris atau sebaliknya
dan
2. Alih kode
intern Bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa Jawa ngoko
merubah ke karma.
Beberapa faktor yang menyebabkan
alih kode adalah:
1. Penutur Seorang penutur kadang
dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya
mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
2. Mitra Tutur Mitra tutur yang
latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode
dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan
berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.
3. Hadirnya Penutur Ketiga Untuk
menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga,
biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang
kebahasaan mereka berbeda.
4. Pokok
Pembicaraan Pokok Pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal
9
biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan
gaya netral dan serius dan pokok
pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan
bahasa takbaku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya.
5. Untuk membangkitkan rasa humor
Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
6. Untuk sekadar bergengsi Walaupun
faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak
mengharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya
pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.
Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi
apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu
tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya
berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan,
rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atausituasi
informal. Namun bisa terjadi karena19 keterbatasan bahasa, ungkapan dalam
bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan
bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.Campur kode termasuk juga
konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
10
Jenis campur kode
Jenis campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercodemixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing):
Campur kode yang berasal dari bahasa asing
Latar
belakang adanya campur kode
Terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu :
1. sikap(attitudinal type) : latar
belakang sikap penutur
2. kebahasaan (linguistik type) :
latar belakang keterbatasan
bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan
keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena
adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan
fungsi bahasa.
11
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ALIH KODE
DAN CAMPUR KODE
Dalam segi kosakata, masyarakat Sunda sering
mencampurkan kosakata bahasa
sundanya
kedalam percakapan bahasa Indonesia.
Misalnya, “Ini teh apa?” dan
“saya mah dari Bandung.”
Kata partikel „ teh ‟ dan„ mah‟ sering muncul dalam percakapan
bahasa Indonesia sehari-hari masyarakat Jawa Barat. Kata-kata tersebut tidak
ada pedomannya dalam bahasa Indonesia, yang benar dalam bahasa Indonesia adalah
“ini apa?” dan “ saya dari Bandung.”
Dalam segi struktur, sering
terdengar kalimat “bukunya dikesayakan aja” dan “sudah ditulis oleh saya
” Kalimat tersebut sebenarnya berasal dari struktur bahasa sunda “bukuna
dikaabdikeun we” dan “parantos ditulis ku abdi.
12
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Indonesia bentuk ke
saya dan oleh saya tidak dikenal. Dalam bahasa Indonesia untuk kedua kalimat
tersebut adalah “bukunya dititipkan saja kepada saya” dan “sudah saya tulis.”
Di Bandung remaja tidak lagi
menggunakan bahasa Indonesia dalam situasi formal, tetapi dalam situasi non
formal pun bahasa Indonesia digunakan, misalnya di tempat-tempat umum. Tetapi
bahasa Indonesia yang digunakan bukanlah bahasa Indonesia yang standar
melainkan bahasa Indonesia ragam Jakarta. Para remaja di kota Bandung dan
kota-kota besar di Indonesia sering terdengar kata „ gua(e)‟ yang artinya saya dan „ lu ‟
yang artinya kamu.
Disamping itu, adanya pemakaian
akhiran – in. 24 Akhiran itu
digunakan para remaja untuk menggantikan akhiran – kan. Dengan
demikian kata „ bawain, kerjain, habisin‟ lebih banyak digunakan menggantikan kata-kata bahasa
Indonesia formal bawakan, kerjakan, habiskan.
Kejadian seperti ini tidak terlepas dari pusat
pengaruh sosial, budaya, ekonomi yakni kota Jakarta sebagai ibukota
Indonesia, kota kosmopolitan yang menjadi simbol kemodernan dan “gaul” bagi
kalangan remaja di kota-kota besar Indonesia, termasuk remaja Jawa Barat.
13
Hasil
Rekaman
Antar remaja komunikasi antar
remaja.wavTranskrip : Karena hasil rekaman yang kurang jelas, maka percakapan
tidak bisa ditampilkan. Kesimpulannya dari rekaman di atas adalah penggunaan
kata „teh‟ dalam
perkataan “ kakakku teh kan dikasih....”padahal sebenarnya kata „teh‟ dalam bahasa Indonesia tidak ada, yang
benar yaitu “kakakku itu dikasih....”. Lalu dalam rekaman ada kata “ditanem”
seharusnya “ditanam” kata tersebut
melenceng karena adanya bahasa ragam Jakarta yang
mer ubah huruf „a‟ menjadi „e‟.
Dan adanya partikel „mah‟ dalam perkataan “keluarga aku
mah....” dalam bahasa Indonesia tidak ada partikel „mah‟ seharusnya “keluarga
saya....” Alasan adanya beberapa partikel seperti „teh‟ dan „mah‟ memang tidak bisa dihindari
sebagai warga sunda yang sudah terbiasa menambahkan kata tersebut
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Jadi, dengan adanya bahasa daerah
(bahasa sunda) tidak dapat menutup kemungkinan adanya interferensi atau
pencampuran bahasa antara bahasa indonesia sebagai bahasa nasional dengan
bahasa sunda sebagai bahasa ibu itu sendiri dalam berkomunikasi kehidupan sehari-hari .
Adanya pencampuran bahasa tersebut bisa
memberikan nilai positif maupun negatif yaitu membuat bahasa indonesia
menjadi tidak baik dan benar bahkan akan membuat bahasa indonesia jauh dari
para pemiliknya .
Oleh karena itu penggunaan bahasa
daerah hendaknya digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang tepat,
sehingga tidak membuat bahasa indonesia yang digunakan menjadi salah.
Saran :
Dari
simpulan diatas, peneliti merumuskan saran sebagai berikut :
1.
Pemerintah harus aktif dalam melakukan penyuluhan bahasa indonesia. Hal ini
paling tidak menyadarkan masyarakat indonesia akan pentingnya kecermatan
dalam berbahasa.
2. Menanamkan
sikap cinta terhadap bahasa sendiri. Misalnya dengan mengadakan lomba puisi,dan
lain-lain. 3. Dan yang paling penting dimulai dari diri sendiri untuk
membudidayakan bahasa indonesia dan meningkatkan kembaliek sistensinya
15